Thursday, August 18, 2016

EV. DRG. YUSAK TJIPTO (12/03/1935-23/06/2016)




Satu persatu orang-orang yang besar pengaruhnya di dalam masa-masa awal kehidupan iman dan kerohanian saya dipanggil pulang ke rumah Bapa. Pa Yusak, demikian saya biasa membahasakan Penginjil dokter gigi Yusak Tjipto. Saya dan beliau sama sekali tidak memiliki sejarah hubungan yang istimewa. Apakah saya senang mendengar kotbah-kotbah dan pengajaran beliau? Secara jujur, saya senang mendengarkannya. Apakah saya setuju dengan segala hal yang diajarkan oleh beliau? Saya tidak dapat menjawabnya. Setiap kali saya mendengarkan kotbah, saya menetapkan diri untuk belajar tentang sesuatu yang tidak sekedar mengenyangkan otak dan memuaskan pemahaman saya mengenai kebenaran,  namun terlebih penting adalah tentang sesuatu yang berguna bagi kehidupan. Dibalik segala pertentangan tentang pribadi pa Yusak dan segala yang pernah diajarkan serta dikotbahkannya, saya mencatat setidaknya dua  kontribusi beliau yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan iman Kristen dan kehidupan saya sendiri. Apa yang akan saya tuliskan ini, saya yakin tidak hanya sebatas perkataan-perkataan yang indah, namun sesuatu yang hidup di dalam hati pa Yusak.

Pada saat saya masih SMA (tahun 1986 atau 1987), untuk pertama kalinya saya bertemu dengan pa Yusak. Waktu itu beliau sedang berkotbah di salah satu ruangan di Hotel Borobudur, Jakarta. Saya masih sangat belia dan bukan siapa-siapa bahkan bukan tamu yang diundang hadir dalam pertemuan tersebut. Saat itu saya hanya sekedar membantu  panitia angkat ini dan itu. Setelah pa Yusak selesai berkotbah, ia duduk sendiri di dekat pintu ruangan ibadah, Kebetulan tidak ada orang lain yang sedang berbincang dengannya. Saya menghampiri beliau untuk bertanya dan minta nasihat jika seandainya saya ingin menjadi hamba Tuhan. Memang pada saat saya duduk di bangku SMA, mulai ada kerinduan untuk melayani Tuhan, namun saya belum yakin benar. Ini kira-kira kata pa Yusak dengan logatnya yang khas: “Sembahyang – Tanya sama Tuhan.” Well, jawabannya to the point dan menurut saya tepat sasaran. Meskipun tidak salah meminta nasihat orang lain di dalam memahami panggilan Tuhan, pa Yusak mengingatkan bahwa yang terpenting dan yang paling mendasar adalah bertanya kepada Tuhan sendiri. Kita tidak perlu membuat jurang untuk memisahkan hikmat Tuhan dan hikmat manusia, karena tidak jarang nasihat manusia juga berasal dari Tuhan – namun betapa sering kita ‘terburu-buru’ bertanya dan tidak jarang mengandalkan hikmat manusia tanpa pernah bertanya kepada dan minta pimpinan Tuhan yang sesungguhnya memanggil kita? Pada masa-masa itu saya banyak bertanya kepada hamba-hamba Tuhan mengenai panggilan hidup saya dan kerinduan untuk terlibat dalam pelayanan sepenuh waktu. Jawaban pa Yusak terasa berbeda dan khusus. Tidak berarti hamba Tuhan yang lain salah menjawab, namun pa Yusak berbeda: “Sembahyang - Tanya sama Tuhan.” He nailed it. Saya pikir itu yang paling mendasar sebelum bertanya pada orang lain sehebat apapun orang tersebut.

Kali waktu yang lain saya mendengar rekaman sesi tanya jawab antara pa Yusak dan peserta ibadah. Pertanyaannya sesungguhnya sederhana: Bagaimana cara membedakan suara Tuhan dan suara Setan? Jawaban pa Yusak ternyata jauh lebih sederhana lagi: “Aku ndak tahu.” Jemaat tertawa. Pa Yusak melanjutkan, “Soale aku kan bukan Tuhan dan bukan Setan!” Jemaat tertawa terbahak. Jemaat seakan tidak sadar bahwa pa Yusak sesungguhnya serius. Lalu pa Yusak melanjutkan kira-kira begini: “Bagaimana caranya para suami ngenali suara istrinya? Caranya ya kalau keduanya sering ngobrol dan bergaul. Jadi kita bisa tahu itu suara Tuhan, ya kalau kita sering ngobrol dan bergaul sama Tuhan.” Bagi pa Yusak, iman Kristen itu bukanlah sekedar daftar panjang doktrin dan teori semata. Pa Yusak tidak menjawab pertanyaan di atas dengan definisi panjang dan batasan-batasan tentang apa itu suara Tuhan untuk membedakan dari suara Setan. Pengalaman dan kedekatan kita kepada Tuhan adalah pengujinya. Iman Kristen itu bagi pa Yusak adalah sesuatu yang riil yang dilahirkan dari hidup bergaul karib dengan Tuhan.

Saya mengetahui bahwa beberapa pemimpin Kristen dan kelompok-kelompok Kristen menilai pengajaran-pengajaran pa Yusak itu salah dan keliru. Ada juga yang mengatakan bahwa pengajaran dan kotbah pa Yusak itu menipu jemaat. Tulisan ini bukanlah tempat untuk mendebatkan komentar-komentar tersebut. Kalaupun benar bahwa pa Yusak salah, keliru dan menipu di dalam beberapa kotbah dan pengajarannya, maka seharusnya sekarang ini beliau sudah tahu – kan beliau sudah ketemu Tuhan. Dan saya yakin pa Yusak sudah minta maaf pada Tuhan. Jadi untuk teman-teman yang memiliki memori buruk tentang pa Yusak, ini saatnya untuk melupakan dan meninggalkannya. Sebaliknya kontribusi positif pa Yusak tentang kehidupan kristiani seperti yang saya coba sarikan di atas, kiranya dapat terus dilestarikan, digaungkan dan dialami oleh mereka yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.

Bon voyage pa Yusak. Saya yakin sekarang ini pa Yusak menikmati hari-hari terindah bersama dan mengalami Tuhan Yesus ‘tanpa batas.’