Wednesday, April 09, 2025

1 SAMUEL AND THE SOVEREIGNTY OF GOD

01. Kelahiran dan Panggilan Samuel

Kitab 1 Samuel didahului dengan proses kelahiran Samuel dari seorang ibu yang mandul. Hati Hana, ibu Samuel, sering tersakiti karena dipermalukan oleh madunya. Tetapi Hana tekun berdoa sampai Tuhan menjawab. Di antara ribuan anak laki-laki yang lahir dengan mudah di Israel, Samuel dipanggil dan dipilih - ia yang lahir  dari seorang perempuan yang secara jasmaniah sesungguhnya tidak bisa memiliki anak. 


Kelahiran dan pemilihan Samuel menunjukkan bahwa Tuhan menjawab doa, berdaulat dan berkuasa. Banyak yang bisa dipilih, tetapi Tuhan setia mendengarkan doa Hana dan sabar menanti kelahiran Samuel - bahkan sampai ia siap untuk disapih. Barulah setelah itu Tuhan memperdengarkan suara-Nya kepada Samuel. Manusia sering gagal di dalam menjadi sabar, tetapi Tuhan tidak pernah terburu-buru. 

 

Seperti Hana, jangan pernah berputus asa dan merasa rendah diri karena keterbatasan jasmani. Sebaliknya, setialah berdoa. Di dalam Tuhan, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Kita tidak bisa menentukan waktunya, karena yang berkuasa atas waktu hanya satu, yaitu Tuhan yang berdaulat.  


02. Saul Menjadi Raja

Kelahiran Samuel adalah bagian dari proses mempersiapkan Israel memasuki era kerajaan. Samuel terpilih sebagai sang kingmaker. Ia mengurapi raja Israel yang pertama dan yang kedua. Saul dan Daud. 


Saul dipilih sebagai raja Israel yang pertama. Meskipun perawakannya meyakinkan, Saul sesungguhnya berasal dari suku yang terkecil dan paling junior di antara suku-suku Israel. Yang minor dipilih untuk memimpin yang mayor. Yang terkecil dilirik Tuhan dan dijadikan-Nya raja atas umat-Nya. Kog bisa? Sekali lagi, Tuhan berdaulat dan berkuasa. 


Oleh karenanya, jangan sekali-kali berputus asa atau merasa rendah diri karena berasal dari kelompok minoritas yang mungkin dianggap tidak penting dan tidak berarti. Setiap anak Tuhan bernilai di hadapan-Nya. Yang menurut manusia tidak mungkin, menjadi mungkin di dalam Tuhan.

 

Dengan pertolongan Tuhan, Saul mengalahkan musuh utama Israel, bangsa Filistin. Namun demikian, di dalam keberhasilanya, Saul akhirnya terpeleset dan melanggar perintah Tuhan. Ia tidak lagi berkenan kepada Tuhan. Kerajaannya tidak akan bertahan selamanya - demikianlah keputusan Tuhan yang tidak bisa digugat.


Tuhan yang memilih Saul, Ia pula yang menolak Saul. Lho kog bisa? Apakah Tuhan plin-plan? Wait! Bukan Tuhan, tetapi Saul-lah yang plin-plan. Ketidaktaatan Saul menjauhkannya dari Tuhan. Pada saat yang sama, ketika kita jauh dari Tuhan, semakin banyak pula pelanggaran dan ketidaktaatan yang kita lakukan. 


Sekali lagi: Tuhan berdaulat dan berkuasa. Saul adalah (was) raja Israel. Tuhan adalah (is) raja segala raja. Tuhan yang mengangkat, tetapi Ia juga yang menjatuhkan; yang menanam, tetapi juga yang mencabut. Jangan pernah sombong akan pangkat, kedudukan dan keberhasilan hidup. Semua itu bersifat sementara. Kalau lupa diri, bisa dengan mudah “disentil” Tuhan, dan semuanya akan ludes dalam sekejap.


03. Daud Mengalahkan Goliat

Menurunnya pamor Saul menjadi titik munculnya “the new kid on the block” – Daud, anak bungsu Isai. Pekerjaannya adalah gembala domba. Hobinya (mungkin) bermain musik, menyanyi dan menulis puisi. Kakak-kakaknya yang laki-laki adalah anggota pasukan tempur garis depan. Pada waktu Saul tertekan jiwanya, Daud datang menghibur dan memainkan kecapinya untuk menenangkan Saul.


Satu hari, ketika semua orang ketakutan menatap Goliat, Daud tampil menjadi pahlawan. Bukan karena ia lebih hebat atau lebih kuat dari semua orang Israel, tetapi karena ia tidak rela nama Tuhan dipermalukan oleh kata-kata Goliat. Daud mengalahkan Goliat, raksasa Filistin itu. Kita melihat betapa Tuhan memberi berkat, keberhasilan dan kemenangan kepada orang yang berpihak kepada dan mengutamakan-Nya. Kisah Daud ini mengingatkan akan perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Matius: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (6:33). 

 

Barangkali Goliat termasuk tokoh antagonis yang paling terkenal di antara anak-anak sekolah minggu. Saul dan jenderal-jenderalnya tidak ada yang berani menghadapi Goliat, tapi Daud yang kemerah-merahan dan belum pernah maju berperang berhasil membunuh Goliat dan memancung kepalanya. Kog bisa? Pembaca pasti sudah tahu jawabannya kan? Tuhan berkuasa dan berdaulat. Kemenangan Daud atas Goliat adalah salah satu kisah Alkitab, dimana nyata-nyata Tuhan terlibat dan bertindak. Tanpa Tuhan, Daud sudah mati dilibas Goliat. Anak bungsu yang tidak berpengalaman dan tidak pernah maju perang ini menang mengalahkan musuh yang buesaaaaar buangeeeeeet gitu lho.

 

Jangan pernah berputus asa! Jangan pernah merasa rendah diri karena kurang pengalaman, kurang pendidikan, kurang cakep dan kurang-kurang lainnya. Bukankah di dalam Tuhan, yang tidak mungkin menjadi mungkin? Tuhan tidak pernah tertarik dengan semua kelebihan kita. Jangan ge-er! Ingat pemilihan Daud? Mata Tuhan berbeda dengan mata kita. Nabi sehebat Samuelpun matanya berbeda dari Tuhan. Samuel memilih mulai dari yang tertua, yang terkuat, yang paling senior dan yang paling berpengalaman. Daud tidak masuk hitungannya, tetapi dengarlah firman Tuhan kepada Samuel, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). 

 

Satu catatan lagi yang patut diingat dari kisah Daud dan Goliat. Jangan membenci masalah dan tantangan kehidupan. Di dalam percaya dan taat kepada Tuhan, masalah tidak akan menenggelamkan kita, sebaliknya membawa kita untuk tinggal landas, terbang ke tempat yang lebih tinggi. Menurut ilmu mekanika, pesawat bisa naik kalau ada angin yang ditabrak, otherwise pesawat itu akan nyungsep. Tuhan berdaulat dan berkuasa bukan hanya untuk membebaskan kita dari masalah, tetapi juga untuk menyelesaikannya.


04. Kecemburuan Saul kepada Daud

Kisah selanjutnya menceritakan kecemburuan dan iri hati Saul kepada Daud. Beberapa kali Saul hendak membunuh Daud. Daud harus hidup di dalam pelarian dan pengungsian karenanya. Tidak mudah lho. Kalau tidak percaya, tanyakan orang-orang yang hidup mengungsi, dan tanyakan betapa sulitnya kehidupan mereka. Herannya, dengan jumlah ratusan pasukan yang menyertai Saul, Daud tidak pernah tertangkap. Lolos terus. Bahkan Daud beberapa kali mendapat kesempatan di atas angin untuk membunuh Saul. Kog bisa? Tentu karena Tuhan melindungi orang yang dipilih-Nya. Tuhan tidak pernah meninggalkan hamba-hamba yang melayani-Nya. Kita ini seperti biji mata Tuhan yang ajaib dan berdaulat.

 

Usaha Saul untuk menangkap Daud dapat diumpamakan seperti upaya seribu gajah untuk mengalahkan seekor semut - tetapi selalu gagal. Mengapa? Karena semut itu berada dalam genggaman tangan Tuhan, yang jauh lebih kuat dari ribuan gajah. Kekayaan, kepandaian, kerupawanan dan ke-ke lainnya tidaklah penting jika dibandingkan dengan siapa yang menyertai dan melindungi kita. Keputusasaan dan kehilangan harapan tidak ada di dalam kamus hidup orang yang mengandalkan Tuhan. Jangan pernah merasa rendah karena jumlah yang sedikit dan sumber daya yang kecil. Karena Tuhan yang menyertai kita adalah ajaib dan berdaulat. Jangan pernah lupa bahwa lima ribu lebih orang berhasil dikenyangkan hanya oleh dua ekor ikan dan lima ketul roti. 

 

Perhatikan juga keajaiban ini: di antara mereka yang pernah menolong Daud ternyata bukanlah musuh-musuh Saul yang ingin membalas dendam, tetapi justru anak-anaknya sendiri: Yonatan dan Mikhal. Ajaib dan aneh bukan? Sebagai ayah, Saul pasti sedih karena anak-anaknya memilih untuk menolong Daud ketimbang membantunya menghabisi Daud. 

 

Pertolongan Tuhan sering datang dari tempat yang tak terduga. Untuk yang dompetnya tipis misalnya, jangan melulu berharap kepada orang yang beruang. Lama-lama kita bisa lupa akan kesetiaan Tuhan, dan malah mendewakan orang yang banyak uangnya itu. Elisa dijamu oleh perempuan Sunem yang kaya, tetapi Elia  dijamu oleh janda miskin di Sarfat. Jalan Tuhan bukan jalan kita. Cara kerja Tuhan tidak sama dengan cara kerja kita. Untuk menikmati keajaiban tangan Tuhan, kita perlu berani - bukan hanya berani berpikir out of the box, tetapi juga berani hidup out of the box. Itulah iman. 

 

05. Tiada yang Mustahil bagi Tuhan

Karir Saul semakin redup dan ia menelan banyak kekalahan, hingga akhirnya mati bunuh diri. Daud sebaliknya, berjaya di mana pun ia berada. Mengapa Saul kalah melulu? 

 

Pertama, tentu karena Tuhan tidak lagi berkenan kepadanya. No favor from God anymore. Saul berdoa, Tuhan diam saja. Sampai-sampai Saul menemui seorang pemanggil arwah untuk membangunkan Samuel, dengan harapan Samuel yang sudah mati bisa memberikan petunjuk Tuhan. Konyol memang! Kalau Tuhan sudah mengatakan "tidak" - siapa yang dapat melawan? Yang hidup saja tidak bisa, apalagi yang sudah mati. Yang hidup saja tidak mampu mengubah keputusan Tuhan, apalagi patung-patung berhala buatan tangan manusia. Jangan bodoh!

 

Kedua, kenyataan di atas semakin buruk karena Saul membenci orang yang kepadanya Tuhan berkenan. Paraaaaaaaaah kan? Bukankah ketika kita mencintai seseorang, kita juga akan akan mencintai semua yang melekat pada orang tersebut. Kan tidak mungkin mengatakan kepada pacar, "Aku cinta kamu sepenuh hati, kecuali....." Yang model begini pasti putus. 


Saul mencari pertolongan Tuhan, tetapi ia membenci Daud yang telah diurapi-Nya menjadi raja. Hati Saul jauh dari hati Tuhan, hingga Tuhan memilih membisu terhadap doa-doa Saul. Semoga tidak ada di antara pembaca yang hidup seperti Saul, yang bisa dengan mudahnya mengutarakan betapa hebat cintanya kepada Tuhan, tetapi pada saat yang sama betapa malasnya ia membaca firman-Nya. Lain di mulut, lain di hati. 

 

Ketiga, konsentrasi Saul terpecah. Tugasnya adalah memimpin Israel menghadapi Filistin. Tetapi hati dan pikirannya dipenuhi dengan kebencian yang pol terhadap Daud. Manusia yang hidupnya sering gagal adalah yang hati dan pikirannya tidak sinkron dengan tindakannya. Kata orang: tidak fokus. Mau jadi dokter tapi kuliah hukum - kan tidak klop. Mau makan durian, tapi beli pisang - kan ngga jodoh. Mau masak sup buntut, tapi belanja bumbu pecel - dua-duanya enak sih, tapi hidup yang seperti ini tidak pernah berhasil mencapai tujuannya dan tidak fulfilling. Fokus dan kerahkanlah segenap waktu dan tenaga pada panggilan dan rencana Tuhan di dalam hidup kita. Pasti berhasil!

 

Saul mengingatkan kita supaya jangan jadi Kristen KTP atau Kristen pencitraan. Tuhan yang memerintah dan bertahta di dalam hati kita seharusnya menjadi identitas iman kita yang sesungguhnya, sehingga orang-orang yang menyaksikannya datang mendekat kepada Tuhan dan memuliakan Nama-Nya. 

 

Tuhan yang berdaulat, yang berkuasa dan yang ajaib menjadi semacam “driving force” dibalik kitab 1 Samuel. Pula semacam benang merah yang menyatukan tema dan pesan dari kitab ini. Kita bukan siapa-siapa. Hana adalah perempuan mandul. Saul dari suku yang terkecil dan minoritas. Daud adalah bungsu yang tidak berpengalaman dan belum pernah berperang. Tetapi Tuhan memilih Hana, Saul dan Daud untuk maksud dan rencana-Nya yang dahsyat. 

 

Kebenaran di atas menerbitkan harapan yang membangkitkan semangat. So,….kalau pembaca berada di dalam kesulitan dan keterjepitan, ingatlah bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Jangan pernah berhenti berharap kepada-Nya. Harapan yang pasti adalah salah satu bagian penting dari iman Kristen. Ibrani 11:1 mengatakan: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan....." 


Jangan kecil hati akan masa lalu yang buruk pula pada masa kini yang tidak terlalu menjanjikan. Hidup ini bukan tentang kita, tetapi tentang Tuhan dan kemuliaan-Nya. Bukan gagah dan kehebatan kita, tetapi kesetiaan dan kasih karunia-Nya. "Non nobis, Domine, non nobis, sed nomini tuo da gloriam” (Mazmur 115:1).

 

Bukalah hati lebar-lebar untuk mengalami dan dipimpin oleh kedaulatan Tuhan, bukan sebaliknya oleh kedaulatan diri sendiri dengan hidup yang semau-maunya. Kedaulatan manusia menghasilkan kesia-siaan, kedaulatan Tuhan menuai keajaiban.


* Terima kasih kepada Isna C. Rambitan yang telah menyunting tulisan ini jauh-jauh dari Edinburgh - sehingga menjadi lebih readable bagi segenap pembaca.