Pada sekitar tahun 1979-1980, ketika saya baru saja mengambil keputusan terpenting di dalam hidup saya untuk percaya kepada Tuhan Yesus, ada seorang pemuda yang ‘literally’ membawa saya bertumbuh di dalam iman Kristen. Seminggu sekali ia menjemput saya dari rumah di Jalan Gedangan dengan Vespanya menuju rumah persekutuan Sangkakala yang pada waktu itu di Jalan Pringgading, Semarang. Setelah persekutuan anak-anak Sangkakala selesai, iapun mengantar saya pulang ke rumah. Sampai hari ini saya masih ingat rutenya, meskipun saya tidak ingat sama sekali jika ada pembicaraan yang penting selama di perjalanan bersamanya.
Pada awal-awal tahun 90-an, beberapa kali ibu saya mengajak saya untuk beribadah di gereja yang didirikannya pada tahun 1991. Lokasi gereja tersebut di kompleks Ruko di Jalan Hasanudin, dekat perumahan Tanah Mas, Semarang. Pada tahun 1993, saya melayani sepenuh waktu di Jaringan Doa Nasional yang memiliki visi untuk menggerakan doa syafaat di dalam kesatuan dan diantara gereja-Nya bagi bangsa dan negara. Salah satu tugas saya adalah bertemu dan membangun jaringan doa dengan hamba-hamba Tuhan di Indonesia. Dalam rangka tugas tersebut, saya menemuinya di rumahnya yang tidak jauh dari lokasi gereja pada waktu itu. Pada saat itu gerejanya sudah lumayan banyak jemaatnya, tetapi juga tidak besar-besar sekali. Yang pasti saya melihat gerejanya bertumbuh. Setelah sekian waktu berbicara mengenai gerakan doa, ia mengajak saya untuk menonton video ibadahKKR kesembuhan yang dilayani oleh Benny Hinn. Pada waktu itu saya menyadari bahwa ia sangat suka dengan Benny Hinn. By the way, ia masih ingat saya.
Pada tahun 2009, diadakanlah reuni 30 tahun kegerakan rohani di Semarang. Reuni diadakan di hotel Patra Jasa, Semarang. Sebelum acara dibuka, saya sapa dia dengan nama aslinya yang mungkin publik tidak tahu. Dan dia masih ingat saya. Kita hanya sempat ngobrol singkat saja – tidak ada yang penting. Empat tahun kemudian, ia hadir dan memimpin ibadah penghiburan ketika ayah saya meninggal dunia (Juli 2013). Di dalam penyampaian firman Tuhan, ia menyinggung pengalamannya bersama kedua orangtua saya.
Beberapa minggu yang lalu saya melihat foto-fotonya ketika berkunjung ke Amerika Serikat pada minggu awal February 2016. Ia nampak sehat. Namun hari Minggu kemarin ia harus pergi (pulang) ke rumah Bapa yang mengasihinya dan dikasihi-Nya. Manusia saya sedih karenanya – namun juga bahagia karenanya.
Sejak berita kepergiannya itu, banyak berita yang simpang siur. Dan itu menambah kesedihan saya. Beberapa komentar yang dimuat di media sosial nampak tidak sensitif sama sekali – terutama dari kelompok-kelompok Kristen yang 'berbeda warna' dengannya. Meskipun halus tapi tanpa disertai rasa empati. Kritik kepada keluarganya, kepada para pemimpin gerejanya, kepada jemaat yang dipimpinnya, dan pada akhirnya kepada pengajarannya. Kebetulan mereka yang 'berbeda warna' itu sebagian teman-teman baik saya juga.
Tapi saya masih bersyukur bahwa di antara banyak komentar-komentar yang beredar, saya terhibur kesan-kesan yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo ketika melayat jenasah di gedung gereja, yang dinamai Holy Stadium:
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengenang Pendeta Petrus Agung Purnomo sebagai pribadi yang gigih berjuang hingga akhir hayat. Ganjar menyatakan, keluarga Pendeta Petrus Agung sudah menerima kepergian pria yang meninggal akibat serangan jantung tersebut. "Waktu masih muda aktif merintis gereja. Perjuangannya sangat panjang dan perjalanan tanpa kenal lelah, sampai detik terakhir. Istri dan anaknya menerima. Saya melihat duka mendalam. Prosesnya tidak gampang untuk keluarga," kata Ganjar Pranowo di Gereja JKI Injil Kerajaan Holly Stadium, Semarang, Jawa Tengah, Senin 14 Maret 2016. Ganjar mengaku sudah mengenal lama Pendeta Petrus Agung jauh sebelum ia menjadi gubernur. "Saya kenal sudah lama. Bukan saat kampanye, melainkan saat aktif dalam bidang sosial, pendidikan, dan kebencanaan," ujar Ganjar.
Saya tidak ingin membelanya, keluarganya atau membela jemaatnya. Bagi saya apa yang terjadi di antara mereka adalah lumrah. Saya juga tidak ingin menilai orang-orang yang telah menghakiminya dan menghakimi jemaatnya. Karena mereka pun berlaku lumrah. Sayapun rentan untuk menjadi yang dihakimi dan yang menghakimi. Tapi bukan itu yang saya butuhkan hari-hari ini. Saya dan keluarganya, dan teman-teman baiknya dan jemaatnya membutuhkan penghiburan yang sejati.
Saya hanya sedih saja karena orang yang telah ‘literally’ membawa saya kepada pertumbuhan iman saya pada masa-masa iman itu masih kerdil kini telah tiada. Dan ketiadaannya secara nalar manusia adalah way too soon.