Satu persatu orang-orang yang besar pengaruhnya di dalam masa-masa awal kehidupan iman dan kerohanian saya dipanggil pulang ke rumah Bapa. Pa Yusak, demikian saya biasa membahasakan Penginjil dokter gigi Yusak Tjipto. Saya dan beliau sama sekali tidak memiliki sejarah hubungan yang istimewa. Apakah saya senang mendengar kotbah-kotbah dan pengajaran beliau? Secara jujur, saya senang mendengarkannya. Apakah saya setuju dengan segala hal yang diajarkan oleh beliau? Saya tidak dapat menjawabnya. Setiap kali saya mendengarkan kotbah, saya menetapkan diri untuk belajar tentang sesuatu yang tidak sekedar mengenyangkan otak dan memuaskan pemahaman saya mengenai kebenaran, namun terlebih penting adalah tentang sesuatu yang berguna bagi kehidupan. Dibalik segala pertentangan tentang pribadi pa Yusak dan segala yang pernah diajarkan serta dikotbahkannya, saya mencatat setidaknya dua kontribusi beliau yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan iman Kristen dan kehidupan saya sendiri. Apa yang akan saya tuliskan ini, saya yakin tidak hanya sebatas perkataan-perkataan yang indah, namun sesuatu yang hidup di dalam hati pa Yusak.
Pada saat saya masih SMA (tahun
1986 atau 1987), untuk pertama kalinya saya bertemu dengan pa Yusak. Waktu itu
beliau sedang berkotbah di salah satu ruangan di Hotel Borobudur, Jakarta. Saya
masih sangat belia dan bukan siapa-siapa bahkan bukan tamu yang diundang hadir
dalam pertemuan tersebut. Saat itu saya hanya sekedar membantu panitia angkat ini dan itu. Setelah pa Yusak
selesai berkotbah, ia duduk sendiri di dekat pintu ruangan ibadah, Kebetulan
tidak ada orang lain yang sedang berbincang dengannya. Saya menghampiri beliau
untuk bertanya dan minta nasihat jika seandainya saya ingin menjadi hamba
Tuhan. Memang pada saat saya duduk di bangku SMA, mulai ada kerinduan untuk
melayani Tuhan, namun saya belum yakin benar. Ini kira-kira kata pa Yusak
dengan logatnya yang khas: “Sembahyang – Tanya sama Tuhan.” Well, jawabannya to the point dan menurut saya tepat sasaran. Meskipun tidak salah
meminta nasihat orang lain di dalam memahami panggilan Tuhan, pa Yusak
mengingatkan bahwa yang terpenting dan yang paling mendasar adalah bertanya
kepada Tuhan sendiri. Kita tidak perlu membuat jurang untuk memisahkan hikmat
Tuhan dan hikmat manusia, karena tidak jarang nasihat manusia juga berasal dari
Tuhan – namun betapa sering kita ‘terburu-buru’ bertanya dan tidak jarang
mengandalkan hikmat manusia tanpa pernah bertanya kepada dan minta pimpinan Tuhan
yang sesungguhnya memanggil kita? Pada masa-masa itu saya banyak bertanya
kepada hamba-hamba Tuhan mengenai panggilan hidup saya dan kerinduan untuk
terlibat dalam pelayanan sepenuh waktu. Jawaban pa Yusak terasa berbeda dan
khusus. Tidak berarti hamba Tuhan yang lain salah menjawab, namun pa Yusak
berbeda: “Sembahyang - Tanya sama Tuhan.” He
nailed it. Saya pikir itu yang paling mendasar sebelum bertanya pada orang
lain sehebat apapun orang tersebut.
Kali waktu yang lain saya
mendengar rekaman sesi tanya jawab antara pa Yusak dan peserta ibadah. Pertanyaannya
sesungguhnya sederhana: Bagaimana cara membedakan suara Tuhan dan suara Setan?
Jawaban pa Yusak ternyata jauh lebih sederhana lagi: “Aku ndak tahu.” Jemaat
tertawa. Pa Yusak melanjutkan, “Soale aku kan bukan Tuhan dan bukan Setan!”
Jemaat tertawa terbahak. Jemaat seakan tidak sadar bahwa pa Yusak sesungguhnya
serius. Lalu pa Yusak melanjutkan kira-kira begini: “Bagaimana caranya para
suami ngenali suara istrinya? Caranya ya kalau keduanya sering ngobrol dan
bergaul. Jadi kita bisa tahu itu suara Tuhan, ya kalau kita sering ngobrol dan
bergaul sama Tuhan.” Bagi pa Yusak, iman Kristen itu bukanlah sekedar daftar
panjang doktrin dan teori semata. Pa Yusak tidak menjawab pertanyaan di atas
dengan definisi panjang dan batasan-batasan tentang apa itu suara Tuhan untuk
membedakan dari suara Setan. Pengalaman dan kedekatan kita kepada Tuhan adalah
pengujinya. Iman Kristen itu bagi pa Yusak adalah sesuatu yang riil yang
dilahirkan dari hidup bergaul karib dengan Tuhan.
Saya mengetahui bahwa beberapa
pemimpin Kristen dan kelompok-kelompok Kristen menilai pengajaran-pengajaran pa
Yusak itu salah dan keliru. Ada juga yang mengatakan bahwa pengajaran
dan kotbah pa Yusak itu menipu jemaat. Tulisan ini bukanlah tempat untuk
mendebatkan komentar-komentar tersebut. Kalaupun benar bahwa pa Yusak salah, keliru dan menipu di dalam
beberapa kotbah dan pengajarannya, maka seharusnya sekarang ini beliau sudah
tahu – kan beliau sudah ketemu Tuhan. Dan saya yakin pa Yusak sudah minta maaf
pada Tuhan. Jadi untuk teman-teman yang memiliki memori buruk tentang pa Yusak,
ini saatnya untuk melupakan dan meninggalkannya. Sebaliknya kontribusi positif
pa Yusak tentang kehidupan kristiani seperti yang saya coba sarikan di atas,
kiranya dapat terus dilestarikan, digaungkan dan dialami oleh mereka yang
mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Bon voyage pa Yusak. Saya yakin sekarang ini pa Yusak menikmati
hari-hari terindah bersama dan mengalami Tuhan Yesus ‘tanpa batas.’